NGOMONG-ngomong mengenai pemberitaan Haji di Karbala--yang dilakukan oleh orang Iran karena mereka tidak diizinkan berhaji oleh pemerintah gaya Abu Jahal Saudi Arabia, saya jadi teringat kasus heboh menyangkut emas Busang dan isu bunuh-dirinya Michael De Guzman, sang penemu emas Busang.
Saat pemberitaan mengenai bunuh-dirinya De Guzman, nyaris seluruh media memberitakannya, mempercayai pola berita itu menjadi sebuah fakta: bahwa De Guzman mati bunuh diri dari atas helikopter, dan bahwa setelah itu Bre-X bangkrut karena harga sahamnya turun. Bondan Winarno berbeda. dia merasa aneh saat mendatangi sebuah kompleks pemakaman mewah di ibu kota Filipina, Manila, yang bernama Holy Cross Memorial Park, tempat jenazah Michael de Guzman dimakamkan Michael de Guzman.. Guzman adalah salah seorang eksekutif perusahaan tambang asal Kanada, Bre-X, yang diberitakan tewas bunuh diri melompat dari helikopter pada 19 maret 1997 di pedalaman Kalimantan Timur.
Guzman adalah geolog kebanggan Filipina yang bekerja di sebuah perusahaan tambang dan mengklaim menemukan 40 juta ton emas di Busang, Sejak mengumumkan temuan itu, harga saham Bre-X Minerals, Ltd. melonjak tinggi. Saham Bre-X yang pada Maret 1995 hanya dihargai 50 sen dolar Kanada, langsung naik sampai ke level 286,5 dolar Kanada. Hanya dalam hitungan bulan nilai saham Bre-X telah membengkak dari Rp. 4,550 menjadi Rp. 2,6 juta per lembar. Artinya, jika Anda memiliki 1 lot saham (500 lembar saham), maka dalam tempo 1,5 tahun saja, modal Anda akan naik dari Rp. 2,3 juta menjadi Rp. 1,3 miliar.
Pejabat Indonesia kala itu juga ikut-ikutan memblow-up berita kandungan emas ini. Seperti biasa, orang-orang sekitar presiden (saat itu Soeharto) sibuk mencari mitra lokal bagi perusahaan-perusahaan tambang asing yang berminat. Bre-X menggandeng Freeport. Freeport melakukan pengujian di lokasi. Hasilnya, Freeport tertawa geli, kandungan emas di Busang ternyata sangat sedikit Saat itulah Guzman dikabarkan melompat bunuh diri. Pemerintah Indonesia pun menjadi bahan tertawaan masyarakat dunia karena dianggap kongkalikong dengan penipu.
Semua data-data itu dijadikan bahan investigasi oleh Bondan Winarno. Dalam investigasinya, Bondan mendapatkan jawaban: Bahwa sejak kematiannya, tak ada satu pun kebaratnya yang datang; bahwa di makam itu tidak didapati karangan bunga, padahal, De Guzman adalah orang kebanggan Filipina dan Istana Malacanang ikut bericara. Lalu timbul pertanyaan, benarkah jenazah yang dikuburkan itu adalah De Guzman? Benarkah orang yang telah mencairkan saham senilai 4,8 juta dolar Amerika itu mau mengakhiri hidupnya begitu saja? Skenario bunuh diri dari Bre-X dan wasiat-wasiat De Guzman kepada keluarganya, bukankah tidak nyambung? Dulu pernah ada Cinch Uranium memiliki kasus yang tambang emas bodong, juga dari Kanada, seperti Bre-X. Apa hubungannya? Kenapa pada mayat yang ditengarai De Guzman itu tidak ditemukan gigi palsu, padahal De Guzman memakai gigi palsu di bagian atas? Kenapa yang menemukan mayat di hutan itu Bre-X, dan bukan Tim SAR, dalam waktu 4 hari pula? Kenapa setelah peristiwa itu, dua orang awak helikopter (dimana De Guzman dikabarkan melompat bunuh diri) dan seorang kawan De Guzman hilang seperti ditelan langit?
Walaupun hasil akhirnya masih berupa pertanyaan, karena Bondan sempat dituntut 1 triliun oleh IB Sudjana, semua ini adalah cara jurnalisme investigasi bekerja. Dan memang harus beginilah jurnalisme bekerja. Jika pun harus buru-buru mewartakan berita, bukankah sangat mudah mengorek berita-berita yang telah lalu mengenai obyek yang sama dengan aktivitas yang sama pula?
Zaman sekarang ini, tak harus menjadi orang yang tak berpendidikan untuk menjadi bodoh. Anda hanya perlu menghilangkan rasionalitas saja, Anda sudah lolos menjadi orang bodoh. Dasar dari keinginan menjadi orang bodoh ini adalah kemalasan dan keinginan untuk berpartisipasi dalam tradisi berpikir pseudo rasional ala social media. Ingin terlihat rasional tapi nyatanya irrasional. Kepingin terlihat pinter, tapi nyatanya bodoh. Bagaimana mungkin ada pemberitaan massive mengenai orang syiah yang mengganti ibadah hajinya ke Karbala, padahal tradisi berziarah Karbala itu sudah ada sejak ribuan tahun lalu? Bagi orang-orang Syiah dan para pecinta ahlul bayt (para pecinta ini banyak yang bukan syiah), berziarah ke Karbala saat mereka tidak mampu menunaikan ibadah haji, adalah kebaikan tersendiri. Setidaknya itulah yang diajarkan oleh Imam Muhammad al-Baqir dalam al-Kamil karya Ibn Qaulawih. Pemberitaan di media-media itu seperti menutup mata akan fakta bahwa selama ini saat orang-orang Iran berhajji ke Makkah, banyak juga diantara mereka, yg tak tak mampu berhaji tahun itu, melaksanakan ziarah ke Karbala.
Untuk mencari fakta ini, mudah saja, media mana pun, atau siapa pun bisa men-search kabar tentang ziarah Karbala ini lalu mensingkronkannya dengan waktu pelaksanaan wuquf di Arafah. Lalu, setelah itu, lakukanlah tabayyun, atau investigasi kecil-kecilan kepada pihak-pihak yang bersangkutan, yakni orang Syiah itu sendiri. JIka media itu atau orang itu ikut-ikutan berpendapat bahwa orang Syiah tidak pernah jujur (padahal negara Iran adalah negara terjujur dengan hutang nol dan pembangunan keilmuan yang luar biasa maju), minimal bertabayyunlah kepada para pengamat hubungan internasional, pasti akan ditemukan jawaban yang baik dan tidak menyesatkan.
Apa yang dilakukan oleh Bondan Winarno dalam kasus De Guzman ini ditulisnya dalam buku Bre-X: Sebuah Emas di Kaki Pelangi, adalah pelajaran penting bagi dunia jurnalistik; betapa mencari berita itu tidak mudah. Karena berita yang terlanjut disebar itu mempunyai dua potensi: 1]. Potensi mencerdaskan, jika investigasinya tepat dan benar. 2]. Membodohi, jika investigasi tidak dilakukan sama sekali.
Jika berita yang disebar adalah berita sesat seperti berita bahwa orang Iran hajinya di Karbala, maka dampaknya sangat luar biasa: pertama, perpecahan yang semakin dalam antara orang-orang bodoh yang mengaku pengikut madzhab-madzhab tertentu; kedua, sumber-sumber terorisme yang dengan susah-payah diminimalisir oleh pemerintah akan tumbuh subur lagi; ketiga, bangsa ini hanya akan menjadi bangsa petengkar, yang tak sempat berpikir kreatif untuk keunggulannya di tengah-tengah kreativitas glogal yang semakin gila; keempat, Indonesia hanya akan menjadi ajang atau lapangan tempat para importir faham radikal bereksperimen. Karena ketahuilah, menurut Fareed Zakaria dalam Post American World, isu Syiah itu sengaja dihembuskan oleh jaringan al-Qaeda untuk menciptakan musuh bersama bagi umat Islam. Hal ini dilakukan karena isu Salib dan Yahudi tidak berhasil membuat orang islam menjadikan mereka musuh bersama. Jika sebuah negara sudah terprovokasi dengan isu syiah sebagai musuh umat Islam itu, maka bahaya fitnah al-Qaeda sudah benar-benar menyerang sebagian generasi mudanya.
Khoiron Mustafit adalah pemerhati masalah sosial budaya dan ekonomi.